Di suatu siang, Yuni, sahabat karib saya nyeletuk kalau suaminya ingin beternak sapi di Boyolali. Entah kenapa, kami punya banyak kesamaan taste, sehingga obrolan kami selalu nyambung. Meskipun belum paham topiknya, salah satu diantara kami pasti menjelaskan sehingga kami sefrekuensi untuk membahas. Obrolannya pun random, dari mulai kerjaan kantor yang serius sampai hal random merk kiteks, ahaha.
Nah, kemarin sore kok ya Mas Jundi bilang kalau ada niatan mau ternak sapi lagi. Di tengah pandemi begini, apapun usaha memang perlu dicoba. Meski sekali, dua kali bahkan berkali-kali gagal karena terkendala beberapa hal. Seperti halnya keinginan beternak sapi lagi. Mau ditaruh dimana kandangnya? Pertanyaan yang paling mendasar dan membuat kami tertawa geli.
Kalau ternak kambing gimana, Mas? Mas Jundi memberikan jeda sejenak untuk menjawab. Tapi sepertinya dari gesturnya, beliau kurang minat. Sebenarnya di rumah kami, Mas Jundi sudah membudidayakan burung. Hampir sepuluh tahun beliau menekuni ternak jalak, lovebird dan muray.
Nostalgia beternak sapi
Bapak sangat memperhatikan pendidikan kami, sehingga kami berempat tuntas menyelesaikan S-1. Beliau tidak peduli dan tidak iri dengan teman-temannya yang memiliki rumah bagus, motor dan mobil yang pada masa itu masih termasuk barang mewah. Yang menjadi prioritas Bapak adalah menyekolahkan kami sampai perguruan tinggi. Ibu yang notabene Ibu Rumah Tangga juga mendukung penuh hal tersebut. Kalau dipikir-pikir, mana cukup gaji seorang guru untuk membiayai kuliah 3 anak. Waktu itu Mas Agus, Mas Jundi dan Mas Joko seperti berbarengan buat biaya pendidikan. Jadi, Bapak Ibu tidak hanya mengandalkan gaji, tapi mengolah sawah dan beternak sapi adalah jalan ninjanya, ahaha.
Keluarga kami pernah punya 4 sapi. Kandangnya pas di depan rumah lama, sebelum kami berpindah di rumah baru karena gempa di tahun 2006 lalu. Mencari rumput dan jerami dan menumpukan untuk cadangan makanan, rutin memberi minum pagi dan sore. Rasanya rutinitas itu sangat membekas buat saya. Karena setiap jadwal membayar SPP, sapi yang paling gemuk dijual. Lalu Bapak membeli sapi kecil untuk diternak lagi. Beternak sapi seperti investasi kala itu.
Hal yang paling tidak mengenakkan adalah saat kami sekeluarga merelakan salah satu sapi kesayangan mati karena sakit. Padahal sapi itu gemuk dan sudah ditawar dengan harga tinggi. Huhu.
Butuh Dokter Hewan Andal
Rumah kami belum familiar dengan dokter hewan yang andal. Hanya ada mantri yang kebetulan waktu itu sedang keluar kota. Jadi apesnya tidak bisa memberikan pertolongan pertama pas sapi hanya duduk diam saja *cry*. Trus sorenya udah mati, huhu.
Coba kalau sekarang ya, dokter hewan setidaknya sudah tidak langka lagi. Bahkan memelihara kucing atau anjing sebagai hobby sudah marak dilakukan oleh orang di sekitar sini. Kalau kucingnya sakit, langsung bergegas ke dokter hewan terdekat.
Musim pandemi begini, kalau mau konsultasi dokter hewan bisa secara online lewat aplikasi halodoc. Ada banyak dokter hewan andal yang praktik disana. Langsung berandai-andai kalau duluuuuuuu sudah kenal aplikasi ini, pasti bisa langsung konsul langsung ke dokter sebagai pertolongan pertama pada sapi kesayangan kami.
Ah iya, buat daftar aplikasi halodoc juga mudah banget lho. Pakai no handphone, verifikasi, selesai deh. Bisa pilih dokter sesuai dengan kebutuhan. Buat yang suka memelihara hewan kesayangan atau ada yang beternak hewan, bisa mengandalkan aplikasi ini kalau ada keluhan sama hewan kesayangannya.
Sepertinya Mas Jundi lagi ngidam, alih - alih ngilangin rasa bosan waktu pandemi 😅.
BalasHapusSapinya diikat di kandang saya juga gapapa mbak (solusi terbaik 😅)