Kalau saja lebih bisa mengalah, mungkin saat ini tanganku sudah mengait di lingkar perutmu. Kepalaku akan menyeruak ke dadamu dan kita akan berpelukan sepanjang malam. Tepat pukul 12 aku akan mengecup pipi dan berbisik i love you. Nyatanya tidak. Aku lebih memilih memilin egoku yang 2 hari ini terluka, semakin menganga.
Entah, aku merasa pernikahan mana yang mereka anggap bahagia. Karena bagiku, saat ini biasa saja. Dulu, aku memberimu dasi, sebagai hadiah untuk hari ini. Untuk kemudian kita memutuskan sama-sama ingin mengenal lebih dekat lagi dan lagi.
Kupikir aku sudah mengenalmu. Tapi nyatanya semakin aku mengenalmu, kadang aku kehilangan pengertian pada diriku sendiri.
Akhir-akhir ini, cinta tidak bekerja dengan semestinya. Justru menggerus hal-hal sederhana yang membuatku lebih berharga dari segalanya. Awalnya aku merasa kehilangan. Tapi waktu menyembuhkan. Toh baik-baik saja. Atau hanya merasa kuat saja?
Kali ini, aku melihat punggungmu tidur di sampingku. Aku menertawakan diriku sendiri. Tiba-tiba mataku panas. Air mata menyesak menggenang berjatuhan. Aku merasa baik-baik saja tidak memberikan pelukan itu malam ini. Melewatkan doa tepat di tengah malam. Yaaaa, aku lelah tapi tetap terjaga. Aku ingin lupa tapi tidak bisa. Yang aku pahami, ego kita sama-sama tinggi. Saat ini.
***
Semoga..........
Mataku terpejam sambil merapal doa. Untuk kamu, yang dua tahun lalu mematri janji sama-sama. Untuk saling belajar, mau berbagi dan memeluk.
I love you. Bisikku lirih.
4 September 2019
*Fiksi
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)