Dulu, saya memimpikan Jakarta sebagai tempat tinggal. Pagi dengan semangat membara bekerja, malamnya bercengkrama dengan keluarga. Bagi saya, Jakarta itu seperti pemompa obsesi. Banyak rencana-rencana yang saya tuliskan dalam diary yanh ingin saya realisasikan di kota itu.
Hingga pada akhirnya...takdir berkata lain. Saya kembali pulang. Ke Solo.
Saya kangen Jakarta. Kangen sekali. September lalu, saya bilang ke suami.
"Yuk ke Jakarta, Yang"
"Ngapain?" Dia menoleh.
"Beli BurgerKing".
Dia hanya tersenyum sambil mengacak rambut saya. Dia tahu saya sedang kangen. Kangen Jakarta. Ditambah lagi, saat itu saya sedang ngidam jabang bayinya.
Januari lalu, saya kembali kangen dengan Jakarta. Kota yang menurut saya tidak pernah tidur. Ketika pulang jam 12 malam, saya tidak merasa apa-apa. Padahal keesokan harinya saya harus berangkat pagi buta.
Teman-teman saya heran. Mengapa saya secinta itu dengan Jakarta. Padahal, orang-orang menginginkan bisa pindah ke Jawa. Di posisi saya. Dekat dengan orangtua. Ah, hidup memang begitu ya? Sawang sinawang, katanya.
Untungnya, saya bisa mencurahkan apa saja kepada suami. Saat saya kangen, saat saya ingin ke Jakarta. Dia memeluk dan merengkuh saya. Dia orang pertama yang memberikan "pandangan lain", bahwa dimana pun, kita tetap bisa berkreasi dan bermimpi. Awalnya saya mengelak. Karena belum ada kota yang se-magic Jakarta.
Disana, tiap malam seperti hidup. Banyak energi untuk mengerjakan apa saja. Disini, setiap jam 7 malam sudah sepi. Ritmenya lebih lambat dibanding Jakarta. Bahkan saaangat lambat, menurutku. Tiap pagi di Jakarta seperti "in a rush", waktu serba cepat. Sedangkan disini, sangat SLOW. Membandingkan Jakarta dengan Klaten atau Solo memang tidak apple to apple. Saya terlalu timpang saking cintanya dengan Jakarta. Itu dulu.
Saat ini saya menikmati. Saat shubuh yang damai, saf depan penuh dan rapat. Nikmatnya membuat teh untuk suami. Bercengkrama dengan Ray. Memandikan, menyuapi hingga dia tidur lagi.
Saya masih kangen Jakarta. Tapi tidak ingin lagi tinggal. Mungkin sesekali ingin singgah, untuk kembali pulang setelah melepas memori di KRL atau busway. Duduk di peron stasiun Gambir sambil menyesap kopi.
"Masih kangen Jakarta?", saya menoleh kepada suami ketika dia menanyakan tentang kerinduan saya.
Saya hanya mengangguk sambil tersenyum kecil.
"Kata temenku, Jakarta-Solo cuma 6 jam lewat tol Yang", saya memecah keheningan.
Tidak ada jawaban disana. Saya yakin dia takut. Takut saya meminta izin ditemani kesana. Takut kalau saya merasa di-PHP untuk berkunjung ke Jakarta. Kota yang sampai saat ini memiliki posisi yang sangat istimewa di hati saya. Obrolan itu menguap. Iya, tidak ada lagi obrolan tentang Jakarta.
Beberapa hari kemudian.
Suami cerita tentang biaya tol dan pertalite pulang pergi Klaten-Jakarta. Saya hanya memandangnya. Dia tahu entah berapa kali saya kangen sekangen-kangennya dengan Jakarta. Tapi setiap saya merengek di pelukannya, dia hanya memberikan puk-puk dan merapatkan pelukannya.
Masih mau ke Jakarta? Tanyanya seusai cerita biaya-biayanya dan membandingkan dengan naik kereta. Kapan? Lanjutnya. Nanti adik yang cari waktu aja, ya. Mas manut. Tiba-tiba saya menghambur ke pelukannya. Ada titik bening yang panas. Saya pikir, kemarin dia menganggap angin lalu, tapi nyatanya dia mendengarkan dalam diamnya.
Kalau ditanya mengapa secinta itu dengan Jakarta, saya sendiri nggak tahu. Sepertinya susah untuk berkunjung kesana. Saat hati saya sedang sentimentil, kangen Jakarta bisa sukses membuat saya bernapas lebih panjang dari biasanya. Bahkan bisa sampai menangis. Dan sekali lagi, saya tidak mengerti perasaan seperti itu. Mengapa harus rindu begitu. Banyak pertanyaan di kepala saya yang membutuhkan jawaban.
Setelah bulan politik selesai. Saya ingin bersiap ke Jakarta. Rabu besok, 13 Maret 2019, semoga baik-baik saja.
Ibunya Ray yang sedang merindu di hari Sabtu
09.45
Saya masih kangen Jakarta. Tapi tidak ingin lagi tinggal. Mungkin sesekali ingin singgah, untuk kembali pulang setelah melepas memori di KRL atau busway. Duduk di peron stasiun Gambir sambil menyesap kopi.
"Masih kangen Jakarta?", saya menoleh kepada suami ketika dia menanyakan tentang kerinduan saya.
Saya hanya mengangguk sambil tersenyum kecil.
"Kata temenku, Jakarta-Solo cuma 6 jam lewat tol Yang", saya memecah keheningan.
Tidak ada jawaban disana. Saya yakin dia takut. Takut saya meminta izin ditemani kesana. Takut kalau saya merasa di-PHP untuk berkunjung ke Jakarta. Kota yang sampai saat ini memiliki posisi yang sangat istimewa di hati saya. Obrolan itu menguap. Iya, tidak ada lagi obrolan tentang Jakarta.
Beberapa hari kemudian.
Suami cerita tentang biaya tol dan pertalite pulang pergi Klaten-Jakarta. Saya hanya memandangnya. Dia tahu entah berapa kali saya kangen sekangen-kangennya dengan Jakarta. Tapi setiap saya merengek di pelukannya, dia hanya memberikan puk-puk dan merapatkan pelukannya.
Masih mau ke Jakarta? Tanyanya seusai cerita biaya-biayanya dan membandingkan dengan naik kereta. Kapan? Lanjutnya. Nanti adik yang cari waktu aja, ya. Mas manut. Tiba-tiba saya menghambur ke pelukannya. Ada titik bening yang panas. Saya pikir, kemarin dia menganggap angin lalu, tapi nyatanya dia mendengarkan dalam diamnya.
Kalau ditanya mengapa secinta itu dengan Jakarta, saya sendiri nggak tahu. Sepertinya susah untuk berkunjung kesana. Saat hati saya sedang sentimentil, kangen Jakarta bisa sukses membuat saya bernapas lebih panjang dari biasanya. Bahkan bisa sampai menangis. Dan sekali lagi, saya tidak mengerti perasaan seperti itu. Mengapa harus rindu begitu. Banyak pertanyaan di kepala saya yang membutuhkan jawaban.
Setelah bulan politik selesai. Saya ingin bersiap ke Jakarta. Rabu besok, 13 Maret 2019, semoga baik-baik saja.
Ibunya Ray yang sedang merindu di hari Sabtu
09.45
Wah ada yang lagi kangen sama Jakarta nih ya
BalasHapusWah so sweet banget sih Bunda. Jadi, pingin kayak gitu deh :D
BalasHapusAku juga pingin ke Jakarta nih. Kalau ada waktu wkwkw
BalasHapusSemoga semua urusannya dimudahkan oleh Allah ya Bun
BalasHapusAku belum pernah ke Jakarta nih. Kalau ada kesempatan juga mau lah ke sana
BalasHapussebagai orang yang pernah tinggal di Jakarta, aku juga rindu dengan kota itu :')
BalasHapushave fun ya mbak ke Jakartanya, semoga selamat sampai tujuan :)
Asking questions are in fact pleasant thing if you are not
BalasHapusunderstanding anything fully, however this paragraph gives good understanding even.
There's certainly a great deal to find out about this subject.
BalasHapusI really like all the points you have made.
Your mode of explaining all in this article is really pleasant,
BalasHapusall can effortlessly be aware of it, Thanks a lot.
Review the other available choices and appearance those as necessary for your application. Alsomake sure they did not move you against a high page rrank page with a lower one (aren't
BalasHapusgetting cheated. It holds several recent features making it highly
appreciated by most of the site owners.
Wah, unik juga ya mbak (buat saya sih). Kita beda jauh. Soalnya semua orang di sekitar saya malah sebisa mungkin menghindari ke Jakarta, termasuk saya juga...
BalasHapusApalagi pak suami tuh, malah rada trauma dengan suasana di sana. Klo buat dia Jakarta itu ruang antar manusianya sangat minim & serba sibuk, rasanya nggak ada ruang untuk bernapas.
Tapi tiap orang berbeda. Mungkin tipe2 seperti mbak malah suka dengan suasana yang ramai stimulus, rindu dengan "energi"nya Jakarta
Moga2 cepet kesampaian main ke Jakarta lagi ya mbak... :D
Saya tidak pernah kerasan jika tinggal di jakarta, paling lama kerja/tinggal di kalarta 2 bulan , namun entah bagaimana kadang saya merindukan Jakarta, dan sering kali saya menyempatkan ke jakarta dari Wonogiri, namun bukan jakarta nya yang saya paling rindukan , tapi ketika naik bis dari bis malam dari Wonogiri Jakarta itu sesuatu banget.
BalasHapusJakarta memang memiliki pesona yang tidak terdapat pada kota yang lain bahkan bisa dikatakan jauh berbeda membandingkan antara Jakarta dengan kota-kota lain di tanah air. Ketika menginjakkan kaki di Jakarta sontak kita akan disambut oleh berbagai gedung yang tinggi kita berada di tempat lain padahal gedung yang begitu banyak tidak terdapat di daerah lain Jadi wajar sih Apabila seseorang merasa kangen dengan Jakarta karena pesonanya yang berbeda. Ada namun tak perlu kuatir karena ada banyak transportasi yang dapat dijadikan solusi bagi masyarakat yang mau menuju ke arah Jakarta. Kita tinggal memilih saja dari warna kita berasa maka bisa memilih apakah akan naik bus travel, bus, dan lain sebagainya travel Semarang Jogja
BalasHapus