Kadang, saya merasa marah dan sebal saat bapak "ngeyel" bahkan ngambek-ngambek saat disuntik insulin. Alasannya beragam, dari mulai bosan hingga merasa sakit. Tapi setelahnya, saya benar-benar merasa guilty. Yaa mungkin beliau benar-benar bosan disuntik sehari 3 kali dan memang suntiknya sakit karena berulangkali meskipun letak suntiknya sudah diganti-ganti. Who knows kan? Hanya Bapak yang merasakannya dan seharusnya saya bisa jauh lebih bersabar menemaninya. Ah iya, makanya saya pernah menulis menemani orang tua yang sedang sakit itu harus strong lahir dan batin.
Di lain waktu, saat mood Bapak sedang baik, beliau bisa enak banget diajak ngapain saja. Kebijaksanaan yang biasanya terpancar begitu menentramkan. Sepertinya kemarahan beliau itu berpola, ini sih asumsi Mbak Endang dan saya pun mengaminkan. Biasanya H-2 cek up ke dokter, mood Bapak benar-benar bisa jelek banget. Hal sepele bisa membuatnya ngambek-ngambekan, huhu. Kalau kata dokter, beliau sedang melawan dirinya sendiri. Rasa takut akan jarum suntik, rasa bosan dengan rutinitas yang itu-itu saja dan beliau mengetahui kalau perasaan tersebut tidak menyenangkan untuknya, sehingga berusaha menolak yang akhirnya berujung marah.
Minum obat teratur tiap hari saja bosan, apalagi harus ditambah suntik yang merupakan hal yang ditakutinya sejak dulu. Kalau di rumah sakit ketemu temannya yang sedang cuci darah, Bapak bisa luwes membujuk hatinya sendiri "Alhamdulillah cuma disuntik ya, wuk. Nggak perlu cuci darah kayak si A". Tapi kan suasana hati naik turun, support system dari keluarga untuk kesembuhannya sangat membantu, terutama saat beliau badmood dan merasa sendiri untuk sembuh dari diabetesnya.
Baca juga: Merawat orangtua wajib strong
Ibu menjadi juru bicara yang mengabarkan kondisi Bapak saat saya berjauhan. Kalau dulu sih bisa tiap hari menangani langsung, tapi sejak menikah dan ikut suami, saya biasanya tiap weekend datang ke rumah. Oh iya, 3 hal sederhana ini ternyata membuat Bapak dan Ibu saya bahagia lho, padahal saya merasa belum melakukan hal apapun untuk mereka berdua, tetapi ternyata buat mereka berdua sangat berarti, heuheu.
1. Menelpon
Karena tidak tinggal serumah, ternyata bapak dan ibu menantikan kabar anak-anaknya. Saat saya menelpon, hal pertama yang ditanyakan adalah tentang kabar. Kalau kakak saya seminggu tidak telepon biasanya beliau menanyakan kabarnya juga. Kalau saya dan kakak lelaki saya bisa leluasa dan dimudahkan karena adanya watsapp. Jadi meskipun jarang telepon, satu sama lain tahu kesibukan masing-masing. Kalau Bapak dan Ibu yang notabene hanya bisa menelpon dan menerima telepon, mereka baru bisa bertukar kabar saat ngobrol via telepon saja.
Rasanya alasan sibuk adalah klise ya, tapi saya pernah merasakan sendiri saat bekerja di Jakarta yang harus berangkat pagi dan pulang malam. Mau telepon ke rumah paling bapak dan ibu sudah tidur. Mau telepon weekend ada saja acara atau bisa tidur seharian setelah sebelumnya dihajar kerjaan. Dan ternyata hal sederhana seperti menelpon Bapak dan Ibu sudah membuat sumringah hatinya. Nah, berapa kali seminggu kita bertukar kabar dengan orang tua? *plak*
Yang jauh-jauhan sama orangtua, menelpon mereka sekadar bertanya kabar, bisa membuat bahagia lho.
2. Makan bersama
Semalam saya telpon ke rumah, mengajak Bapak dan Ibu makan kesukaannya di luar. Jadi, saya meminta Ibu untuk tidak menyuntikkan insulin dulu. Mulanya hanya sesekali, tetapi makan malam menjadi hal yang sangat mewah untuk mereka berdua. Apalagi Bapak sudah jarang mengendarai motor sendiri, sehingga hampir semua keperluannya diantar oleh kami.
Nah, acara makan bersama ini insidental sih. Kalau saya pas longgar, biasanya saya telepon ke rumah dan langsung menjemput. Atau kalau Bapak Ibu kurang selera makan, biasanya beliau menelpon menanyakan kami luang atau nggak dan mengajak kami keluar makan. Oh iya, makanan kesukaan Bapak dan Ibu adalah BAKMI JOGJA tanpa kubis. Beliau berdua sangat lahap sekali dengan menu makanan itu.
Dan saya sangat nyes saat pulang di mobil Bapak atau Ibu bilang begini "Makasih ya, Wuk sudah diantar" heuheu. Padahal kan cuma makan malam kan ya, tapi entah kenapa hal tersebut menjadi spesial buat mereka berdua. Makanya, suami mengusulkan kalau makan bersama Bapak Ibu bisa diagendakan sebagai "quality time". Ah, peluk suami.
Kapan terakhir makan bareng sama orangtua?
3. Mengobrol hangat
Ini simple sekali kelihatannya, tapi pada faktanya kadang saya atau kakak lelaki saya tergoda dengan gawai masing-masing. Sehingga suasana ngobrol dengan Bapak Ibu rasanya menjadi "sambilan" saja. Pernah suatu waktu, kaki sekeluarga berkumpul. Anak-anak ngumpul dan asyik bermain game sambil tertawa karena asyiknya mereka. Sementara di tangan kami juga fasih memainkan gawai padahal duduknya bersebelahan satu sofa. Bapak yang waktu itu menghampiri jadi enggan memulai obrolan karena melihat kami sibuk sendiri-sendiri.
Siangnya, Bapak tertidur pulas sekali. Dan Ibu bilang kalau tadinya Bapak mau ngobrol, tetapi melihat kami asyik main HP trus nggak jadi, heuheu. Makanya, setelah itu saya dan kakak lelaki kalau pas ngumpul ya diusahakan menjauhkan gawai dari tangan dan khusuk ngobrol. Kelihatan sepele tapi itu berarti buat Bapak Ibu.
Obrolan hangat juga bisa diciptakan di sela makan bersama. Biasanya ngobrolnya tentang anak-anak, pekerjaan secara umum, kondisi kesehatan. Dan obrolan interaktif itu membuat Bapak Ibu kelihatan bahagia.
Yuk, simpen gadgetnya dulu. Kita ngobrol sama Bapak Ibu!
4. Diantar cek up
Bapak dan ibu setiap bulan cek up rutin ke rumah sakit. Karena lokasinya berbeda, biasanya bapak ibu mengatur agar jadwalnya tidak bentrok. Karena cek up itu membutuhkan waktu seharian, makanya kadang timbul rasa bosan. Bayangkan saja, mengambil antrian dari jam 5 pagi bahkan bisa sebelumnya agar tidak kesorean pulangnya. Jam 6 baru dibagian nomor pendaftaran sama satpamnya. Setelah itu jam 8 baru dipanggil pendaftaran. Jam 10 an mulai pemeriksaan poli. Biasanya jam 1 antrinya pindah ke apotek. Jadi hampir seharian di rumah sakit. Fyi, mereka berdua menggunakan BPJS.
Baca juga: Manfaat BPJS untuk Bapak Ibu
Makanya, Bapak Ibu seneng banget kalau ditemani cek up. Apalagi kalau Bapak harus diambil darahnya yang seringkali membuat tangannya panas dingin karena takut. Oh iya, Mas Joko kemarin pas mudik juga menyempatkan mengantar Bapak cek up. Dari cerita Bapak sih, ada aura bahagia pas diantar sambil makan siang karena lama menunggu. Apalagi Mas Joko.
Nah, ini berlaku kalau misal orangtua sakit. Menanyakan "kenapa?" Atau menawarkan mau diantar ke dokter atau nggak saja ternyata bisa memebuat mereka bahagia. Karena mungkin mereka merasa diperhatikan.
5. Ngumpul semua
Momen banget untuk yang kelima ini. Biasanya memanfaatkan hari libur atau pas lebaran yang ditunggu-tunggu untuk ngumpul bareng. Melihat anak-anaknya ngumpul semua, Bapak Ibu kelihatan sekali aurs bahagianya. Beda kalau salah satu nggak bisa pulang, rasanya ada yang kurang. Itu kata Ibu saya lho, yang saat lebaran, ternyata kakak sulung saya harus jaga dan tidak bisa pulang. Ibu maklum sebenarnya, cuma ada rasa yang hilang katanya.
Nah, 5 hal sederhana itu yang bisa membuat Bapak Ibu saya bahagia bangeeeeet. Menurut teman-teman, ada hal sederhana lain nggak yang sekiranya bisa membuat kedua orangtua bahagia. Siapa tahu saya bisa menyontek.
Duh jadi kangen sama Ibuku. Mdh2an sebelum Ramadhan bisa mudik. Saya pikir semua orangtua pasti bahagia denga ke 5 hal yg mbak uraikan. Smoga bapak ibu sl sehat ya mbak... Aamiin
BalasHapusKayaknya semua sudah termaktub dalam uraianmu itu Ay...hehe. Kalau aku pulang, mereka suka cerita dan curhat, minta dikerokin (entah sakit apa nggak, minta dikerok wkwkwk), sama masakin masakan kesukaan beliau...
BalasHapusDiajak makan bersama di luar rumah gitu emang bikin orang tua senang bukan main. Meskipun cuma makanan sederhana :D. Terus kalau kita ke luar jalan-jalan, bapak ibu dibelikan oleh-oleh itu juga bikin senang mereka.
BalasHapus