Judulnya enggak banget, ahaha. Tapi memang benar-benar menyelesaikan tesis di tahun 2017 adalah effort banget. Karena banyak komponen yang harus dipenuhi, sehingga saya sempat lieur mau mengerjakan yang mana dulu. Tetapi setelah fokus ternyata selesai juga.
Big thanks buat kedua dosen pembimbing saya yang memberikan pencerahan dan motivasi dalam menyelesaikan salah satu impian saya. Keduanya memang saling bertentangan dalam segi ilmu, tetapi satu sama lain bisa KLOP banget bisa "memantik" bimbingannya untuk bisa SIDANG.
Peran Dosen Pembimbing
Teman-teman pernah melalui skripsi? Di jenjang sebelumnya, saya nekat mengganti judul skripsi, eh bukan cuma judul doang sih, tepatnya mengganti skripsi karena nggak sepaham sama dosen pembimbing. Saat pamitan minta ganti, saya nangis, huhu. Di perpus di peluk erat sama pegawai-pegawainya. Seminggu lebih merasa down.
Then, saya bertekad memulainya lagi dari awal. 2 bulan full nggak tidur karena merasa tertantang untuk menyelesaikannya. Nah, di jenjang master, saya lebih enjoy mengerjakannya meski sesekali kewalahan karena harus menyelesaikan syarat-ayarat lain. Malah sempat merasa kalau ngerjain tesisnya lebih gampang daripada memenuhi syarat lainnya, hahaha.
Pembimbing pertama saya bernama Pak Isharyanto. Entah kenapa kalau diskusi dengan beliau, saya mendapat insight baru. Seperti saat saya merasa sangat kesulitan merumuskan parameter mengenai konstruksi ideal yang bisa menghubungkan investasi dan pembangunan berkelanjutan. Beliau dengan gamblang memberikan gambaran umum dan memancing saya untuk mengembangkannya. Mulanya, beliau menjelaskan kalau investasi dan pembangunan berkelanjutan itu bagai air dan minyak yang tidak bisa disatukan, ahaha. Dan beliau memberikan PR saya untuk membuat konstruksinya secara hukum bagaimana investasi bisa berjalan lancar dan meminimalisir dampak negatif untuk lingkungan sekitar. Setiap bertemu beliau, obrolan tidak melulu tentang substansi tesis, tetapi motivasi-motivasi untuk menyelesaikannya. Makanya pas lagi hopeless dan merasa nggak punya energi, saya curhat dengan beliau bisa langsung "up" lagi. Ah iya, kebetulan kalau bimbingan dengan beliau, biasanya saya rombongan sama yang lain. Jadi, yang merasa termotivasi tidak hanya saya, tetapi yang lain juga merasa hal yang sama.
Dosen pembimbing kedua saya tidak kalah baiknya. Beliau bernama Pak Lego. Karena beliau juga yang membuat saya mengubah total rumusan masalah yang saya angkat karena ada penambahan variabel. Semula hanya membahas tentang investasi, tetapi beliau menyarankan saya memasukkan unsur lingkungan berkelanjutan agar pembahasannya seimbang. Investasi OKE, aspek lingkungan pun OYE. Saya lebih suka diskusi langsung. Jadi, biasanya saya print out hasil kerjaan saya dan kemudian mendiskusikannya langsung dengan beliau. Di akhir bimbingan, biasanya beliau memberikan nasihat yang membuat saya "nyes". Sehingga, saya bisa lebih enjoy pas mengubah rumusan masalah dalam 2 malam, ahaha. Mengganti rumusan masalah itu berarti juga berpengaruh di pembahasan, lansasan teori dan simpulan juga euy! Entah kenapa saya merasa ter-challange untuk menyelesaikannya.
Dan, saya merasa bahwa target lulus 1.5 tahun tidak lepas dari peran mereka berdua. Karena mengerjakan skripsi, tugas akhir, tesis atau apalah namanya itu seperti proses yang mengajarkan kita untuk menyelesaikan apa yang kita mulai.
Dosen bisa menghambat?
Setelah sidang, saya sempat ber watsapp dengan salah satu sahabat saya yang kuliah di Jogja. Dia menyelesaikan tesisnya selama 4 tahun (terjeda melahirkan). Dia sempat bermasalah dengan dosen pembimbingnya, karena pembimbingnya "under estimate" dengannya yang bisa menyelesaikan tesisnya dalam kondisi hamil. Hal itu membuatnya "down" dan memutuskan cuti sementara.
Secara tidak langsung, dosen bisa menghambat penyelesaian tesisnya yang pada waktu itu sedang hamil. Dan bagi sebagian perempuan, kondisi hamil butuh effort lebih untuk menata emosi dan psikisnya. Saya berandai-andai, bagaimana kalau dosen pembimbingnya waktu itu memberikan motivasi ya, bukan malah under estimate? Iya, saya berandai-andai demikian.
Cerita lain lagi adalah cerita teman saya yang awalnya gigih mau menyelesaikan tesisnya. Tapi saat bimbingan, dosennya sibuk penelitian ini-itu sehingga sering membatalkan janji sepihak saat bimbingan. 2 bulan pertama masih baik-baik saja, tapi kondisi tersebut berlanjut dan mematahkan semangatnya. Kami pernah berbincang tentang hal ini, dan saya menyarankan untuk ganti judul dan pembimbing aja. Tapi dia "mutung kasarung", dan akhirnya mendapat panggilan kerja dan memutuskan untuk tidak melanjutkannya. Huhu. Kan sayang banget tinggal sedikit lagi :(.
Nah, peran pembimbing juga ada kan ya? Meskipun memang kasuistis. Oh iya, teman-teman punya cerita tentang skripsi, tugas akhir atau tesis? Seberapa besar sih peran dosen pembimbing? Atau kalian punya nominasi dosen favorit? Yuk sharing
Jadi pengen ngerasain garap tesis juga. :D
BalasHapusPerjuangannya ya, Mbak? Ribet mana biki tesis sama skripsi?
BalasHapusandai semua pembimbing kayak kedua pembimbing Bumil Ayaa yaaah.. senangnya.
BalasHapusehh anyway, saya kira dirimu itu jurusan Bahasa Inggris loh? Ekonomi ya? apa Hukum? Ehhh :D
Adikku S1 nya sampai DO, karena masalah sama dosen pembimbingnya. Knp dulu nggak ganti judul aja ya, entah krn sudah terobsesi sama "judul" pilihannya itu kayaknya. Sampai hbs masa kuliahnya, nggak kelar. Mutung sudah dia. Disuruh transfer ke univet Sukoharjo, nggak mau. Ya sudah deh....
BalasHapusmomok orang kuliah itu emang di skripsi. Dosen jadi penentu banget, nggak asiknya ada beberapa dosen itu yang ngerasa sok yes. ngerasa dibutuhin, sikapnya jadi seenaknya. salut pokoknya sama dosen yang baik dan profesional, ada cerita temen sampai dosennya bela-belain smsin mahasiswanya ngasih semangat biar cepet selese. eh tapi yang begini ini kadang karna kampusnya dikejar akreditasi sih. hihi
BalasHapusWalaah.. kadang ada juga dosen yang begitu ya, padahal harusnya dikasih semangat gitu, meskipun lagi hamil. Hmmm, aku jadi pengen ngerasain tesis juga, tapi mungkin belum saat ini. Mudah-mudahan bisa lanjut ke jenjang pendidikan berikutnya.
BalasHapusDan buat Mbak, selamat ya, semoga suskes.
suamiku ambil mm di uns lho. dan pas mau tesis malah pindah ke bali. sejak itu yubabay ga diterusin krna riweuh mondar-mandir buat bimbingan (jaman dulu internet belum meluas kyk sekarang, ga bisa bimbingan online).
BalasHapusDuh, ceritanya hampir mirip sih sama temannya mbak. Aku nyelesaikan s2 selama 4 tahun. Perjuangan terberat sih mengalahkan kemalasan dan kepesimisan diri sendiri. Meski akhirnya aku bisa lulus. Tapi nyesel sih kalo inget kenapa bisa sampai 4 tahun. Mending uang bayar SPP nya bisa dipake buat usaha. Hehehe
BalasHapusjadi ingin merasakan menyusun tesis juga,dan kuliah s2 sampai s3. Doa dulu mumpung jumat berkah. Amiin. Makasi tlisannya yang menginspirasi ya mba Aya
BalasHapusAku lagi garap skripsi min. Dospem memang punya peran penting ya... Jangan sampai salah pilih dospem :v
BalasHapusskripsi kemarin aku ngos-ngosan, antara skripsi, program, anak, kerjaan... enggak kebayang kalau aku ngerjain tesis...
BalasHapuspengen sih S2, tapi....