Ramona Diani memainkan
keypad HP-nya. Jemarinya fasih
memencet huruf, matanya lekat serius sekali. Gadis yang memiliki alis tebal,
hidung mancung dan berkulit langsat itu baru berhenti saat Sienna menghampiri
kursinya.
“Lo udah ngerjain
tugas Pak John, Mon?” Sienna menyorongkan kursi di depan Mona. “Eh gue salah
nanya ya. Pasti lo udah ngerjainlah. Maksud gue mau minjem buat kroscek,”
Sienna menyeringai.
Mona meletakkan HP-nya
di meja, tangan kanannya merogoh buku di dalam tas selempangnya yang berwarna
coklat. Sienna melirik sekilas HP Mona sebelum layarnya meredup. Ia membaca
beberapa sajak yang diketik Mona di note
HP-nya. Aplikasi yang ada di HP Mona kebanyakan adalah buku dan note untuk menulis sajak, quote atau apa saja. Kadang-kadang
Sienna diijinkan membaca beberapa tulisan hasil karyanya.
Mona menyodorkan bukunya.
“Aduuuh, temen gue
satu ini emang juara deh kalo suruh bikin tugas. Gue udah capek banget kalo
sampe rumah,” cerocos Sienna sambil menyalin tugas di bukunya.
“Katanya cuma kroscek Seus. Kok copy paste maksimal,” Mona meledek. Sienna tidak mengindahkan
ucapan Mona, lebih memilih khusuk menyalin tugas yang sering ditelantarkannya.
***
Apa yang aku cari?
Mengais tiada henti untuk kepuasan yang tiada bertepi
Memuakkan saat berlari, tanpa tahu kapan saatnya kembali
Bagaimana akalku patuh?
Mengikat hati pada biduan yang menawan
Menatap dalam diam, mabuk dalam loyang rindu
Sejauh apappun berlari, pelukanmu adalah tempatku kembali
Mona—
Mona menghentikan
ketukan jemarinya. Menutup HP-nya dan bergegas menuju kasir untuk membayar
pesanan jeruk hangatnya.
Saat mengantri, dia
berpapasan dengan Zidan, lelaki berpostur tinggi dengan rambut cepak di belah pinggir.
“Mona ya?” lelaki itu
menyapa Mona yang sedang sibuk mengambil dompet di tasnya.
“Eh, iya....” Mona
agak kaget disapa oleh seseorang yang agak asing dengannya. “Ya Allah, Zidan
bukan?” ingatan Mona bekerja dengan cepat.
“Kamu juga kuliah
disini?” Zidan akhirnya ikut dalam barisan antrian untuk mengobrol sebentar
dengan Mona.
Suasana kantin memang
selalu ramai, mahasiswa dari beberapa fakultas lebih suka datang ke kantin ini
karena lebih luas. Selain itu, ada pemisahan ruangan untuk merokok dan area
bebas merokok.
“Iya Zid. Gak nyangka
ya bisa ketemu disini,” Mona menyunggingkan senyum khasnya.
“Ambil jurusan apa,
Mon?”
“Akuntansi. Kamu?”
“Komunikasi. Btw,
punya BBM? Atau kalo boleh, aku minta nomer HP kamu,” Zidan mengeluarkan HP
dari saku celananya.
“Oooh, boleh,” Mona
mengusap layar HP-nya. Zidan mencatat nomor dan BBM Mona.
“Zidaaaan. Buruan ah. Lama
banget sih,” suara wanita yang duduk di kursi tidak jauh dari mereka berdua
membuat Zidan harus mengakhiri percakapan. Mona sempat melihat wanita cantik
berambut panjang memakai sepatu wedges.
Mona melirik Zidan yang salah tingkah.
***
“Mon, beli rawon, yuk?” sms Radito untuk Mona. Mirip seperti ajakan tapi
lebih cenderung pemaksaan untuk bilang “iya”.
“Sama siapa aja?” balas Mona.
“Berdua Mon, Sienna sm Miko gbs. Mau ya? Aku traktir deh”
“Oke, jemput di kost ya”
“Siap. 86!”
***
“Minggu depan udah
mulai ujian, Mon? Kata Sienna dia sampe berdarah-darah mau belajar” Dito
membaca-baca menu.
“Iya sih, tapi bentar
lagi Sienna nyusul kok. Tadi udah sms,” Mona menimpali.
“Lha katanya gak bisa.
Miko juga?” Dito menulis beberapa pesanan menu.
“Kalo Miko nganter
Mamanya ke dokter. Tante Wati darah tinggi, Dit”.
“Hallloooo, everybody,” Sienna datang dan langsung
memeluk Mona yang duduk lesehan.
“Katanya Lo gak bisa, mau
belajar ujian? Gak salah, Sienna mati-matian mau belajar?” ledek Dito sambil menyerahkan
menu ke Sienna yang baru saja datang.
“Entar kalo gue gak
ikut, gak ada lagi yang ngajarin gue bikin tugas. Ibu ratu kan ancamannya
dahsyar banget” Sienna melirik Mona sambil nyengir kuda. “Eh Diiit, hampir gue
lupa. Met ulang tahun ya. Moga panjang umur, lancar jodoh lancar rejeki. Eh,
lancar skripsiiiiiiiii juga. Udah stagnan berapa lama tuh, hahaha” Sienna puas
meledek Dito yang sebenarnya 2 tahun lebih tua di atasnya.
“Amiiiiiiiiin banget. thanks Na. Terharu gue sama doa lo yang
terakhir,” Dito beberapa detik bertatapan dengan mata lentik Mona. Mona yang
belum mengucapkan selamat untuk ulang tahunnya hari ini, saat beberapa temannya
sudah gencar memberikan ucapan lewat sms, telepon dan FB.
HP Mona berderit. Di layar
tertera Zidan calling. Beberapa saat,
ada percakapan antara Mona dan Zidan yang secara tidak langsung Sienna dan Dito
mendengarkannya.
“Zidan siapa, Mon?”
tanya Sienna setelah Mona menutup teleponnya.
“Temen SMA kita dulu,
Na. Yang ikut basket,” jawab Mona. Dito ikut menyimak pembicaraan mereka
berdua.
“Cie cie cie, luluh
juga? Zidan yang dulu ngejar-ngejar lo, kan? Si play boy yang mendadak pengen ngaji gara-gara denger lo ngaji di
Isra’ Mi’raj?” Sienna menggoda.
Zidan sempat
mengejar-ngejar Mona karena terkesima mendengar suara ngaji Mona. Ia mencoba mendekati Mona lewat Sienna
yang dulu teman sebangku di SMA nya.
“Iya sih, cool, cakep, mendadak rajin Jum’atan. Emang
sampe segitunya kalo jatuh cinta ya. Tapi melempem juga pas gak ada tanggepan
dari lo, Mon” goda Sienna lagi.
“Enggak, gue kemarin
papasan di kantin. Dia kuliah di kampus kita juga, tapi ambil komunikasi” Mona
menjelaskan. Sienna hanya senyum menyeringai.
“Fans kamu banyak juga
ya, Mon” Dito menimpali sambil tersenyum.
***
Mobil Dito terparkir
di depan kost Mona. Sienna langsung pulang naik busway karena disuruh Mamanya mengantar belanja ke supermarket.
Mona mengambil
bingisan kecil yang dibungkus dengan kertas kado berwarna biru. “Buat kamu.”
Mona menyodorkannya ke Dito. “Kirain lupa, Mon.” Sindir Dito sambil
menyeringai. “Thanks ya......” lanjut
Dito.
“Mon....,” Mona
tertahan hendak keluar mobil.
“Yaaa” Mona urung
keluar mobil.
“Bisa ngajarin aku
ngaji? Aku belum terlalu lancar baca. Kalo gak keberatan sih.” Dito melanjutkan
kalimatnya agak ragu.
“Insya Allah,
hati-hati pulangnya ya.” Mona keluar dari mobil dan bergegas masuk ke kostnya.
Dito masih duduk
termangu memandangi bingkisan berbalut kertas kado berwarna biru. Dia melepaskan
perekatnya hati-hati. Ada dasi bergaris biru dengan secarik kertas dengan
tulisan tangan rapi. Tulisan tangan Mona.
Semoga
usianya berkah, Mas. Moga selalu mencintai dan dicintai Allah. Sukses buat
skripsinya....
Ramona
Diani –
Ada sebersit desiran
halus di dada Dito. Sapaan “Mas” yang ditulis Mona menyiratkan banyak hal. Perasaan
canggung selama ini. Dia yang concern
menanyakan skripsi yang 2 tahun terakhir ini terbengkalai.
Ada perasaan geli
sekaligus suka dengan sapaan itu. Ah Dik
Ramona, doakan mas Radito menyelesaikan skripsi yaaaa... Radito menginjak
pedal gas mobilnya, bibirnya senyum-senyum, tangannya masih memegang dasi
pemberian Ramona.
Ramona, sebuah harapan untuk masa depan.
***
4 September 2015
Ayo ditunggu lanjutannya, harus happy ending nih
BalasHapusUy..uy..tulisannya Macan Yang.. :D
BalasHapusmesti lebih lagi utk klimaksnya biar semakin menarik