Pernahkah kamu
mencintai seseorang sekaligus membencinya? Aku sedang mengalaminya. Aku berpikir
itu hanya mitos, tapi ternyata itu benar adanya. Mencintai dan membenci
seseorang dalam waktu yang bersamaan. Keduanya linier.
Sebesar aku mencintaimu, sebesar itu pula aku membencimu.
“Dih, kenapa sih gak move on aja sih, Mel. Sia-sia keleus membenci seseorang yang mungkin
sekarang tidak memikirkanmu sama sekali” Dinda mendoktrinku untuk tidak stuck. Aku gak naik-naik level. 2 tahun guys. Butuh berapa lama lagi sih.
“Ada resep gak sih,
Din?” Aku mendengus sebal.
“Pertanyaan basi ah.
Udah berkali-kali nanya beginian, tapi masih aja gak lulus-lulus” Dinda gak
kalah sebal melihat kelakuanku.
“Kemarin dia whats app lagi. Aku pengen banget
maki-maki. Berulangkali udah aku bilang jangan hubungi aku lagi, tapi dia kekeuh mencoba menjalin pertemanan yang
gak sehat itu. Dia brengsek, Din. Udah nikah sama orang, tapi masih aja begitu
kelakuannya” Aku menatap kosong.
Dinda menggelengkan
kepalanya tetapi seakan tidak tega melihatku.
“Lelaki itu
brengseknya gak ketulungan, Mel. Mau aku catetin lagi dosa besar dia? Meninggalkan
kamu tanpa pamit. Di hari pernikahan malah sms-an sama kamu masih ragu dengan
pilihannya. Belum genap sebulan, cek sok
sama istrinya, curhatnya ke kamu. Orang GILA. Ah iya, aku masih penasaran satu
hal, Mel. Di hpnya dia, nama kamu ditulis apa deh”
“Jodi”
“Apa? Bener-bener deh
ya. Nama cakep-cakep Melany Atria diganti Jodi? Dan begonya lagi, dia jujur
cerita penggantian nama itu. Cuih. Dasar banci”, Dinda terpancing emosi.
Dinda seperti mengerti
aku.
Hal yang salah dalam
diriku bukanlah bisa mengenalmu, melainkan mencintaimu dan sekaligus
membencimu. Itu saja.
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)