Assalamu’alaykum Ibuk,
Source : @BukuBerkaki |
Tadi aku agak terlambat menelepon
lelakimu Buk. Jam 9 malam disana sudah sepi ya? Kata Bapak, Ibuk sudah lelap
selepas Isya tadi. Bagaimana tangan kanannya, Buk? Apakah masih nyeri? Jangan membuatku
takut lagi ya. Itu tidak lucu.
2 tahun lalu, pertengahan bulan Maret,
saat aku berada di Kediri, Ibuk membuatku menangis sepanjang kereta menuju Kediri
– Klaten. Kabar macam apa, menyuruhku pulang karena Ibuk mendadak dirawat. Bibirku
gemetar waktu itu, Buk. Ada apa? Kenapa? Bagaimana kalau? Pertanyaan itu
berputar terus di kepalaku membuat 5 jam yang biasanya kulalui dengan tenang
saat di kereta menjadi seperti begitu lama dan menyiksa.
Aku sampai di Stasiun Klaten pukul
23.30. Mas Jundi sudah di depan stasiun waktu itu. Tanpa panjang lebar aku
langsung naik di belakang kemudi motor, mendekapnya erat. Air mataku berceceran
menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang liar di kepalaku. Kami berdua hanya
membisu.
Akhirnya aku melihatmu lemah di ranjang rumah sakit. Matamu rapat
sekali. Aku takut. Tapi aku lega seketika melihat dadamu masih kembang kempis
teratur. Bius yang disuntikkan melalui infus itu mulai bekerja setelah sebelumnya kau mengeluhkan sakit
di punggungmu dan menanyakan kedatanganku berulang kali pada lelakimu.
Aku mengecup keningmu waktu itu. Membisikkan
bahwa aku sudah datang dan akan menjagamu sampai sembuh. Dokter bilang gejala stroke. Tangan kananmu tidak dapat
digerakkan. Padahal awalnya hanya merasa kesemutan. Tetapi kau bandel sekali
tidak mau dirawat saat itu juga, Buk. Kau merasa hebat mengatasi kesemutan yang sebenarnya mematikan fungsi syaraf tangan kananmu. Kau lebih memilih menunggu stroke itu menjalar (aku marah padamu untuk ini). Alhamdulillah, Allah masih sayang padamu. Dan tentunya
aku juga sangat menyayangimu. Lelakimu juga demikian, Buk. Jadi, jangan pernah
menyerah untuk sembuh ya. Meski sampai detik ini, Ibuk harus minum beberapa
butir obat yang kurasa tidak manusiawi. Untukku, 1 butir obat saja terasa
enggan untuk kutelan, dan aku lebih membuangnya di tempat sampah kalau hanya sakit flu atau radang tenggorokan saja. Dan kau harus minum 6 butir pil dan kapsul tanpa ada tanggal merah untuk
menenggaknya. Ibuk kuat, aku percaya.
Aku suka mendengar ceritamu yang
bersemangat therapy, Buk. Tidak ada
nada sedih ataupun mengeluh dalam ceritamu. Justru syukurmu bertubi-tubi untuk
Yang Maha Menghidupkan. Padahal kamu pernah hampir putus asa (itu dulu), karena tangan
kananmu tidak dapat digerakkan sama sekali. Tetapi waktu memang ajaib memberi jawaban. Kau lebih
arif dalam menanggapi kondisimu. Kau melihat dari kacamata yang berbeda. Kau menunduk,
melihat orang-orang di bawahmu. Banyak orang yang lebih menderita karena
seluruh tubuhnya stroke sedangankan
kau merasa berterima kasih tak bertepi karena hanya tangan kananmu yang tidak
merasakan rangsangan apa-apa.
2 tahun yang lalu seperti baru kemarin
ya, Buk? Tetapi ketakutan itu lekat sekali. 7 hari menemanimu di rumah sakit,
membantumu melakukan segalanya meskipun lelakimu juga sigap menjadi penopang
kebutuhanmu. Kau memintaku tetap menemanimu waktu itu. Aku marah sekali dengan
permintaanmu. Karena tanpa Ibuk minta, dengan senang hati aku akan ada. Iya,
aku akan tetap ada, Buk. Percayalah. Aku merasa terhormat untuk bisa menjagamu.
Kau tau kan Buk, surgaku ada di telapak kakimu. Jadi, jangan meminta lagi,
karena aku akan memenuhi sebisaku. Entah mengapa, waktu itu aku seperti merawat bayi. Mengelapmu untuk mandi, membantumu untuk pipis dan buang hajat, memakaikan mukena saat adzan menggema. Dan kau memilihku. Ketiga anak lelakimu bilang kalau aku beruntung akan itu. Bisa menjagamu dan merawatmu penuh.
Buk, jaga kesehatannya ya. Aku sayang
banget sama Ibuk. Jangan membuatku takut lagi. Terima kasih telah menyisipkan
namaku dalam abjad doamu, Buk. Aku percaya, lelakimu akan menjagamu dan
mencintaimu dengan sangat baik. Karena setiap aku meneleponnya, ia selalu
bersemangat menceritakan tentang Ibuk. Untuk hal ini, aku harus belajar dari
Ibuk bagaimana cara mendapatkan lelaki yang memiliki hati selembut ini dan
meleh berkali-kali di depan Ibuk.
Sudah ya Buk, semoga suratku sampai
padamu. Ah iya, tadi siang aku juga mengirimkan surat untuk Bapak di hari ulang
tahunnya. Dan kali ini untuk Ibuk. Semoga Allah senantiasa mencintai dan
menyanyangi Ibuk. Demikian juga sayang kepada Bapak.
Percayalah
Buk. aku bisa menjadi tangan kananmu untuk melakukan apapun. Once more, i really love you,
Buk.
With Love : Dik Nur
For : Ibuk
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)