Aku
menunggumu di ujung senja yang nampak semburat oranye. Setia beberapa waktu
saat beberapa orang berlalu lalang melaluiku. Ah, sudah terlewat tahun baru. Saat
tidur nyenyakku agak terganggu dengan dentuman petasan yang seakan
merepresentasikan kebahagiaan euforia mereka.
Duh, apa mereka sebahagia itu? Gumamku. Aku iri. Hush.
Aku
memainkan kakiku untuk menghalau rasa bosan karena menunggumu. Bagaimana mungkin
kamu setega ini menyuruhku menunggu selama ini. Atau aku yang salah jalur? Atau
salah memilih karena mengiyakan menunggu? Ini rumit sekali. 20 menit mungkin adzan
magrib akan menggema, langit oranye itu sudah berubah menjadi sedikit gelap.
Aku
baru merasakan bahasa gaul “galau”
sore ini. Rasa yang sebelumnya juga pernah aku reguk, namun dengan kadar biasa
saja, tidak seperti sore ini. Kamu sekarang sedang dimana? Kenapa lama sekali? Atau
mungkin kamu lupa bahwa kamu pernah menyuruhku untuk menunggu, disini? Menunggu
untuk apa? Jangan-jangan, menunggu hanya untuk mengetahui bahwa pilihanku
salah.
Begitu
nelangsanya menunggu saat aku sendiri tidak menikmatinya. Biasanya aku tidak
segelisah ini dalam menunggu. Ditemani kopi atau buku. Iya, tidak se-nelangsa
ini.
Tiba-tiba
ada seorang yang kukenal sebelumnya, menyapaku dengan senyum khasnya.
“Hallo
gadis, sedang apa disini? Sudah hampir maghrib?”
“Menunggu”,
jawabku pendek.
“Siapa?
Ini sudah hampir maghrib. Mau ikut ke surau untuk mengambil wudhu?”, ajakannya
membuat niatku goyah.
Benar,
20 menit berlalu dan adzan mulai bersahut-sahutan.
***
Selepas
maghrib, aku masih gamang. Apakah akan kembali kesana untuk menunggumu atau
beringsut pulang. Mengapa aku mendadak membencimu? Membenci karena kamu
membiarkan aku menunggu. Membenci karena kamu tidak datang seperti yang kamu
janjikan. Aku sendiri bingung, jika kamu benar-benar datang apa yang aku
ucapkan.
“Eh,
kamu mau pulang juga?”, tiba-tiba lelaki itu menyapa lagi.
Aku
diam sejenak tidak menjawab.
“Mau
bareng?”, dia menawarkan.
“Baiklah”,
aku menyudahi masa tungguku. Cukup.
Jangan pernah menyesal,
saat aku tidak lagi di tempat yang sama untuk sekedar menunggu, kamu. Dan kamu
akan tau bagaimana rasanya menunggu, tetapi apa yang kamu tunggu telah berlalu
melampauimu. Maaf, aku tidak bisa memaafkanmu untuk ini.
*tidak
semua yang saya tulis adalah apa yang saya rasa, mungkin ini hanya sekedar
menghabiskan waktu di sela saya pulang berhimpit di kereta
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)