Dio, gigi serinya hampir keropos karena telat mengenalkan sikat gigi, Deandra masih putih bersih dan rapi, semoga istiqomah ya Deandra :D (kayak jihad aja Bulik, jawab Deandra :p) |
Hallo
Bunda apa kabarnya? (ahaha, sok yes berasa udah punya anak aja). Saya mau
berbagi cerita sedikit tentang gosok gigi pada balita, karena memang saya concern sekali untuk masalah pergigian.
Flashback waktu kecil, ibu saya selalu rajin
mengechek pertumbuhan gigi saya, kalau beliau mengetahui ada yang goyang mau
tanggal, beliau pasti gencar memberikan pilihan, mau diantar ke puskesmas atau
cabut sendiri. Saya meringis, mencoba menggoyang-goyang sendiri, mencoba-coba
memakai benang, ada sekali atau mungkin dua kali saya berhasil menanggalkannya
sendiri dan saya juga pernah merasakan bagaimana horornya cabut gigi di
puskesmas. Dokter menyembunyikan tangannya di belakang, pura-pura mengajak
ngobrol saya, bilang “aaaaaaa” tiba-tiba catut itu langsung mencuri gigi saya.
Ibu
tidak mau kalau anak-anaknya memiliki gigi timpang (sanggar kalau dalam bahasa
jawa), gigi satu dan yang lain bertumpuk. Dan seperti kakak tingkat yang
mengospek adik kelasnya, hal tersebut berlaku untuk keponakan-keponakan saya.
Pengalaman itu berlanjut. Bella pernah merasakan horornya dokter gigi di
puskesmas, karena dia susah sekali berinisiatif mencabuut giginya sendiri.
Apalagi Iqbal sama Ihsan, mereka memberontak, pernah juga mereka menggigit
dokternya, saking gak mau dan takut dicabut. Alhasil, gigi mereka tidak
beraturan. Huks
Untuk
itu saya mengakui gagal menjaga keindahan gigi Iqbal dan Ihsan. Karena kegagalan
itu, saya menerapkan wajib gosok gigi untuk menjaga gigi mereka tidak berlubang.
“Berarti
kalo gak gosok gigi, haram hukumnya, Bulik?”, Iqbal nyeletuk.
“Iya”,
jawabku menyeringai.
Iqbal
8 tahun dan Ihsan 7 tahun. Saya membelikan sikat gigi yang beraneka macam
bentuk, pasta gigi yang beraneka rasa, agar mereka tidak merasa terbebani
dengan kewajiban mereka. Saya selalu memeriksa mereka setelah selesai mandi,
karena biasanya mereka memiliki intrik yang cerdik.
“Buliiiiiiiiik,
aku udah sikat gigi lho”, Iqbal cengar-cengir memakai handuk, Ihsan mengikuti
dari belakang.
“Eitsss,
Mas Ihsan sini”, Iqbal ikut berhenti dan saya mengelap tangan belepotan busa
cucian.
“Beneran
udah sikat gigi?”, aku tersenyum sedikit berjongkok menyamakan tinggi dengan
mereka.
Mereka
senyum-senyum dan Ihsan segera berlari kembali ke kamar mandi, 3 detik kemudian
Iqbal menyusul. Kalian memang spesial, tidak pernah bisa berbohong.
DIO & DEANDRA
Dio
3 tahun dan Deandra 2 tahun. Pertama mengenalkan mereka pada sikat gigi harus
diimbangi bujuk rayu dan cerita. Biasanya saya memandikan kedua malaikat saya
itu secara bersamaan. Karena mereka masih kecil sampai saat ini trial gosok gigi masih menggunakan air
aqua, sehingga saat mereka kumur-kumur dan tertelan pun, saya tidak was-was.
Karena Dio sering usil, air untuk kumur-kumur pun, ditenggak sampai habis. Well, mereka masih kecil berbeda dengan
seusia Iqbal dan Ihsan yang sudah dapat membedakan mana air minum mana air
kumur.
2
bulan pertama, saya ikut sikat gigi, berkumur-kumur, menyembur, lalu
menggosok-gosokkan gigi secara teratur, mereka dengan seksama melihat. Setelah
saya selesai, saya mulai dari Dio (karena saat Dio mau, Denadra pasti mengikuti
abangnya). Menceritakan tentang Sponge-Bob yang hanya memiliki 2 gigi, karena
dia malas sikat gigi sehingga dia hanya memiliki 2 gigi (bisa memakai cerita
lain yang relevan sih).
Dio
asyik menyemburkan air saat berkumur, dan dengan riang membuka mulutnya untuk
disikat. Sesekali meminum airnya sambil tertawa bilang “Bulik, airnya aku telan
yak”, Saya ikut tertawa karena memang itu adalah air mineral.
“Tapi
lain kali jangan ditelan ya sayang?”, Dio mengangguk-angguk riang.
Giliran
Deandra yang menyemburkan air ke badan abangnya dan membuka mulutnya untuk
disikat. Kalau dia sedang kooperatif, saya menyikat memakai sikat bayi yang
dimasukkan ke jari. Tetapi kalau sedang “rewel” untuk diajak untuk sikat gigi,
biasanya saya menggunakan jari saya untuk menyikat giginya, tentunya setelah
saya membilas bersih tangan saya dengan sabun.
Kadang
mereka tidak mau sikat gigi, wajar karena masih kecil. Biasanya, saya
memberikan sesuatu yang mereka suka sebagai kompensasi atau bujuk rayu agar
mereka mau sikat gigi. Saat Sponge Bob sudah tidak laku lagi untuk iklan
mereka, busa-busa sabun yang saya kucek-kucek memakai tangan dan disebul hingga
membentuk bulatan-bulatan yang berterbangan sukses membuat mereka mau untuk
sikat gigi terlebih dahulu dan sebagai gantinya saya membuatkan banyak balon
dari sabun. Kami tertawa bertiga di kamar mandi.
Awalnya
memahamkan kebiasaan saja, setelah kebiasaan tercipta, mereka sendiri yang akan
memintanya tanpa kita harus memaksa, “Buliiiik, mana sikat dan pasta giginya,
aku mau sikat gigi sendiri”, Dio menarik-narik daster saya. Sampai saat ini,
saya masih menggunakan air mineral untuk kumur-kumur mereka. Karena masih riskan
memakai air biasa :D
Bunda,
bagaimana cerita balita-balita kalian? Mungkin lebih seru ya. Saya memang belum
menjadi Ibu, tetapi setidaknya saat saya besok menjadi Ibu dan membaca note
ini, pasti saya akan senyum-senyum “Anak kecil memang selalu spesial”, gumamku
dalam hati.
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)