Alkisah di tempat bencana tsunami
sedang terjadi kelangkaan bahan pangan. Ada seorang korban yang pada saat itu
sedang kelaparan dan dia melihat sebongkah barang pipih yang menyerupai tai
kuda tapi di sisi lain menyerupai roti. Dia menggunakan indra penciumannya
untuk sesekali memeriksa dan mencoba memastikan bahwa itu roti, karena dia
memang lapar. Tetapi hatinya mengatakan bahwa itu roti, “please, jangan dimakan”. Ibarat mahasiswa yang menghitung kancing
bajunya untuk menjawab pertanyaan yang jawabannya ambigu. Tai-roti-tai-roti-roti-tai-roti-roti-roti-roti-tai-tai-tai-roti-roti-roti,
ah dia akhirnya memakan sebongkah benda itu dan mengunyahnya perlahan-lahan. “byuuuuuuueh”,
ludahnya memencar kemana-mana bercampur dengan sebongkah makanan yang dia
yakini sebagai roti.
***
Cerita itu anekdot yang saya
dapatkan Sabtu kemarin dari seorang praktisi hukum. Entah mengapa saya tidak
bosan-bosan mendengarkan pembicaraannya. ini salah satu anekdotnya yang
dikaitkan dengan pekerjaannya, lawyer.
“Saat hati dan pikiranmu bertentangan, maka tanyakanlah pada hatimu, hatimu, hatimu dan baru pikiranmu”
Saya memutar-mutar pulpen,
berhenti menulis, mendengarkan penjelasannya, mengapa demikian? Mengapa harus
hati? Bukankah pikiran juga rasional saat berpikir? Logis dalam memberikan
masukan kepada hati untuk memilih? Lalu saya memutuskan untuk khusuk
mendengarkan tanpa memutar-mutar pulpen.
“Karena sampai kapanpun, hati kita
tidak akan pernah berbohong untuk menjawab”, saya menyimpulkan dari jawaban
Beliau.
“Iya, coba kalian perhatikan”, pakai hati kan?
“hati-hati di jalan ya, Nak”, bukan pikir-pikir di jalan kan, Nak?
“perhatian-perhatian, bagi
para penumpang.............”, mengapa tidak pikirkan-pikirkan, bagi para
penumpang........
“Karena hati tidak akan membohongimu sekuat apapun pikiranmu hendak berasumsi apa”
***
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)